Senin, 09 Desember 2013

Surat



Hai, apa kabar kamu, pria di pulau seberang, bocah yang terkesan songong dan menyebalkan, tapi ngangenin? *hh
Aku harap kamu baik-baik saja, tidak dan tidak boleh seperti aku yang otaknya selalu terganggu oleh bayang-bayang masalalu dan lama kelamaan membentuk siluet wajah seseorang yang menjengkelkan, sepertimu.
Bagaimana keadaan aku di setiap organ tubuhmu? Aaahhh.. tentu sudah menghilang jauh kan? Baguslah, agar ia tak mengganggu setiap kegiatanmu.

Aku rasa sudah cukup lama kita tak berkomunikasi. Aku ingat terakhir kali aku mendengar kabarmu, saat aku mengirim pesan singkat melalui sms, dan kau menjawab dengan singkat pula. Setelah saat itu, aku tak lagi pernah mendengar maupun mengetahui keadaanmu.
Hanya saja, aku tak pernah berhenti mencari kabar tentangmu. Cukup untukku. Apapun caranya, entah itu memperhatikanmu dalam lini masa, atau khayal (mungkin).

Mengenai hubungan yang kita sama-sama tahu itu salah, dan aku yang terlalu egois membawamu kedalamnya, aku minta maaf. Aku hanya ingin yakin jika suatu saat nanti aku akan dipertemukan dengan jodoh yang akan membawaku pada saat-saat dimana aku dan dia benar-benar halal, dan itu kamu.
Meskipun begitu, aku masih menyimpan secercak harapan, harapan untuk menjadi jodohmu. Maksudku, aku ingin kamu menjadi jodohku, begitu. Yaa.. untuk hal yang satu ini, aku hanya mengungkapkannya pada Tuhan dalam setiap pangkuan tanganku setiap hari seusai shalat.

Oiya, aku belum mengatakan alasan aku menyukaimu yaa kemarin. Seperti yang kau katakan, bahwa setiap sayang haruskah memiliki alasan, aku mengiyakan itu, dan begitupun, aku mempunyai banyak sekali alasan, beribu-ribu mungkin berjuta-juta alasan aku memilihmu. Kau begitu istimewa di mataku.

Kau masuk dalam kehidupanku, pertama kali saat kita berkenalan, tidak, kita tak pernah berkenalan, hanya tak sengaja saling sapa dalam jejaring sosial yang saat itu aku menikmati postinganmu yang aku sendiri tak paham, namun mampu menarik perhatian.
Kemudian tanpa sengaja kita menyepakati sebuah perjanjian, janji yang cukup absurd memang, tapi benar adanya. Bahwa kau akan mengirimkanku buku bacaan yg kau rekomendasikan, setelah aku mengirimkan buku rekomendasiku.

Awalnya aku menganggap ini semua cuma basa basi, yang tak mungkin terjadi. Namun akhirnya, ketakutan menghantuiku setiap saat, sifat ku yang terlalu takut mengingkari mengejarku kemana-mana. Naïf sekali memang, tapi begitulah aku. Takut mengambil resiko dibenci atau dicap seseorang.

Kemudian tiba-tiba kamu datang memberiku sureprise; yaa mungkin bisa disebut sueprise. Karena keberadaan mu saja sudah ku anggap sureprise yang diberikan Tuhan padaku.
“Hei, kuras otak baeng-bareng, yuk.”  Katamu saat itu. Awalnya aku bingung, aku pikir kamu ingin aku membantumu mengerjakan PR atau tugas atau sejenisnya. Ternyata tidak. Aku mengiyakan tawaranmu. Entahlah, aku susah menolak ajakan orang lain, bahkan orang yang belum dikenal sekalipun.
Sejak saat itu, aku merasa kita mulai dekat. Terlebih saat kau menuliskan namaku untuk tokoh pada cerpen yang saat itu akan kita  selesaikan. Cerita yang menggambarkan seolah kita benar – benar sebuah pasangan di masa depan. Dan ku harap begitu.

Kau sempat menghilang, apakah benar-benar menghilang atau sengaja menjauh, entahlah. Aku selalu mencoba menebakmu, dan tak pernah berhasil. Aku tahu semua pasti akan sia-sia. kau benar-benar sulit diterka.

Kemudian, beberapa bulan setelah itu. Aku membaca sebuah posting yang aku menganggap itu adalah untukku, maaf karena aku terlalu peka, atau terlalu ge-er, atau sangat tak tahu malu, aku membaca isi postingan itu. SURAT. Itu suratmu untukku, bukan? Aku sangat memahami isinya.

Akhirnya kita hanyut dalam perasaan fana yang tak seharusnya dirawat, hingga ia bebas tumbuh dan berbuah, dan aku tak tahu cara membunuhnya. Meski pada akhirnya kau mematahkannya. 
Kurasa ia masih tetap hidup, karena kau hanya mematahkan setangkai dari pohon itu, bukan menebang pohon itu dan mencabut akarnya.

Hah... Intinya aku masih menyayangimu, kemarin, hari ini, dan mungkin selamanya... (meski kamu terang-terang menolaknya.)
aku bukan tak berusaha mencari sosok yang mampu mencabut pohon itu dari lahan yang rapuh seperti hatiku.
hanya saja, lahan yang rapuh itu ditanami pohon yang begitu besar dan subur, sehingga sulit dilenyapkan.

Mungkin melalui surat ini kamu bisa mengerti... Aku selalu berdoa untuk kebaikanmu, agar kamu dan bahagia selalu didekatkan, yang kemudian membawakan kita pada kehalalan.


Sincerely,
Bidadari dari Sumatera