Hai, apa kabar kamu, pria di pulau
seberang, bocah yang terkesan songong dan menyebalkan, tapi ngangenin? *hh
Aku harap kamu baik-baik saja, tidak dan
tidak boleh seperti aku yang otaknya selalu terganggu oleh bayang-bayang
masalalu dan lama kelamaan membentuk siluet wajah seseorang yang menjengkelkan,
sepertimu.
Bagaimana keadaan aku di setiap organ
tubuhmu? Aaahhh.. tentu sudah menghilang jauh kan? Baguslah, agar ia tak
mengganggu setiap kegiatanmu.
Aku rasa sudah cukup lama kita tak
berkomunikasi. Aku ingat terakhir kali aku mendengar kabarmu, saat aku mengirim
pesan singkat melalui sms, dan kau menjawab dengan singkat pula. Setelah saat
itu, aku tak lagi pernah mendengar maupun mengetahui keadaanmu.
Hanya saja, aku tak pernah berhenti
mencari kabar tentangmu. Cukup untukku. Apapun caranya, entah itu memperhatikanmu
dalam lini masa, atau khayal (mungkin).
Mengenai hubungan yang kita sama-sama
tahu itu salah, dan aku yang terlalu egois membawamu kedalamnya, aku minta
maaf. Aku hanya ingin yakin jika suatu saat nanti aku akan dipertemukan dengan
jodoh yang akan membawaku pada saat-saat dimana aku dan dia benar-benar halal, dan
itu kamu.
Meskipun begitu, aku masih menyimpan
secercak harapan, harapan untuk menjadi jodohmu. Maksudku, aku ingin kamu
menjadi jodohku, begitu. Yaa.. untuk hal yang satu ini, aku hanya
mengungkapkannya pada Tuhan dalam setiap pangkuan tanganku setiap hari seusai
shalat.
Oiya, aku belum mengatakan alasan aku
menyukaimu yaa kemarin. Seperti yang kau katakan, bahwa setiap sayang haruskah
memiliki alasan, aku mengiyakan itu, dan begitupun, aku mempunyai banyak sekali
alasan, beribu-ribu mungkin berjuta-juta alasan aku memilihmu. Kau begitu
istimewa di mataku.
Kau masuk dalam kehidupanku, pertama
kali saat kita berkenalan, tidak, kita tak pernah berkenalan, hanya tak sengaja
saling sapa dalam jejaring sosial yang saat itu aku menikmati postinganmu yang
aku sendiri tak paham, namun mampu menarik perhatian.
Kemudian tanpa sengaja kita menyepakati
sebuah perjanjian, janji yang cukup absurd memang, tapi benar adanya. Bahwa kau
akan mengirimkanku buku bacaan yg kau rekomendasikan, setelah aku mengirimkan
buku rekomendasiku.
Awalnya aku menganggap ini semua cuma
basa basi, yang tak mungkin terjadi. Namun akhirnya, ketakutan menghantuiku
setiap saat, sifat ku yang terlalu takut mengingkari mengejarku kemana-mana.
Naïf sekali memang, tapi begitulah aku. Takut mengambil resiko dibenci atau
dicap seseorang.
Kemudian tiba-tiba kamu datang memberiku
sureprise; yaa mungkin bisa disebut sueprise. Karena keberadaan mu saja sudah
ku anggap sureprise yang diberikan Tuhan padaku.
“Hei, kuras otak baeng-bareng,
yuk.” Katamu saat itu. Awalnya aku
bingung, aku pikir kamu ingin aku membantumu mengerjakan PR atau tugas atau
sejenisnya. Ternyata tidak. Aku mengiyakan tawaranmu. Entahlah, aku susah
menolak ajakan orang lain, bahkan orang yang belum dikenal sekalipun.
Sejak saat itu, aku merasa kita mulai
dekat. Terlebih saat kau menuliskan namaku untuk tokoh pada cerpen yang saat
itu akan kita selesaikan. Cerita yang
menggambarkan seolah kita benar – benar sebuah pasangan di masa depan. Dan ku
harap begitu.
Kau sempat menghilang, apakah benar-benar menghilang atau sengaja menjauh, entahlah. Aku selalu mencoba menebakmu, dan tak pernah berhasil. Aku tahu semua pasti akan sia-sia. kau benar-benar sulit diterka.
Kemudian, beberapa bulan setelah itu. Aku membaca sebuah posting yang aku menganggap itu adalah untukku, maaf karena aku terlalu peka, atau terlalu ge-er, atau sangat tak tahu malu, aku membaca isi postingan itu. SURAT. Itu suratmu untukku, bukan? Aku sangat memahami isinya.
Akhirnya kita hanyut dalam perasaan fana yang tak seharusnya dirawat, hingga ia bebas tumbuh dan berbuah, dan aku tak tahu cara membunuhnya. Meski pada akhirnya kau mematahkannya.
Kurasa ia masih tetap hidup, karena kau hanya mematahkan setangkai dari pohon itu, bukan menebang pohon itu dan mencabut akarnya.
Hah... Intinya aku masih menyayangimu, kemarin, hari ini, dan mungkin selamanya... (meski kamu terang-terang menolaknya.)
aku bukan tak berusaha mencari sosok yang mampu mencabut pohon itu dari lahan yang rapuh seperti hatiku.
hanya saja, lahan yang rapuh itu ditanami pohon yang begitu besar dan subur, sehingga sulit dilenyapkan.
Mungkin melalui surat ini kamu bisa mengerti... Aku selalu berdoa untuk kebaikanmu, agar kamu dan bahagia selalu didekatkan, yang kemudian membawakan kita pada kehalalan.
Sincerely,
Bidadari dari Sumatera